Kasus Hak Pekerja
Cuplik.Com
- Indramayu - Salah satu perusahaan keramik nasional, PT Chang Jui Fang yang
berdomisili di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dianggap melarang para buruhnya
untuk berserikat. Dikatakan, beberapa karyawan diintimidasi karena ikut
organisasi buruh.
"Chang
Jui Fang tidak menghendaki buruh berserikat. Pihak perusahaan melakukan intimidasi
terhadap buruh yang ikut organisasi," ujar Ketua Federasi Serikat
Buruh Pantura (FSBP), Abdul Kholik kepada cuplik.com, Senin
(14/1/13).
Ia
menjelaskan, sejak awal rencana untuk deklarasi organisasi buruh sudah ada
upaya untuk digagalkan. Namun setelah didesak, akhirnya beberapa buruh
mendeklarasikan diri membentuk serikat dengan nama Serikat Buruh
Keramik Indonesia (SBKI). SBKI
dibentuk atas inisitaf dan dukungan Konfederasi Kongres Aliansi Buruh
Indonesia (KASBI) yang
dibantu oleh semua serikat buruh di wilayah Indramayu.
"Sudah
dideklarasikan. Kemarin dihadiri langsung ketua KASBI Nining Elitos, dan
SBA (Serikat Buruh
Anggota) KASBI, Serikat Pekerja Mandiri,
SBMK (Serikat Buruh
Mitra Kerja) RU
VI, SBI (Serikat
Buruh Indramayu) ,
dan SPM Dwikora," papar Kholik.
Diketahui
PT Chang Jui Fang mempunyai seribu lebih karyawan, namun yang baru mengikuti
organisasi buruh secara independen kurang lebih baru 70 orang. Jumlah tersebut
menurut Kholik karena upaya intimidasi yang tak henti-hentinya dilakukan oleh
pihak perusahaan.
Perlakuan
perusahaan seperti itu dinilai telah melanggar UUD 1945 pasal 28 tentang
kebebasan berserikat dan berkumpul, bahkan menciderai semangat UU No 21 Tahun
2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh sebagai bagian dari semangat bahwa
Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO 87 dan 98 tentang kebebasan
berserikat dan perlindungan hak berorganisasi.
"Ini
jelas melanggar konstitusi kita," tegas Kholik.
Oleh
karenanya, pihak buruh berencana akan menyikapi secara serius terkait ulah
perusahaan yang dianggap mengekang kebebasan buruh. Hingga berita ini
diturunkan belum ada konfirmasi dari pihak perusahaan PT Chang Jui Fang dan
sikap pemerintah setempat, terkait masalah ini.
Kasus Iklan Yang Tidak
Etis "Klinik C"
Berikut ini akan membahas tentang salah satu iklan yang dinilai tidak
beretika. Dalam pembahasan kali ini mengenai kasus iklan Traditional Chinese Medication (TCM), sebut saja Klinik C.
Pada iklan Klinik C ditampilkan pemberian diskon (30%) bagi pembelian obat
serta ditampilkan pula beberapa kesaksian konsumen mereka yang sangat
tendensius melebih-lebihkan kemampuan klinik tersebut serta bersifat sangat
provokatif yang cenderung menjatuhkan kredibilitas pengobatan konvensional.
Menurut Badan Pengawas
Periklanan (BPP) P3I pada
bulan November 2011, telah menilai bahwa iklan tersebut berpotensi melanggar
Etika Pariwara Indonesia, khususnya terkait dengan: Bab III.A. No.2.10.3.
(tentang Klinik, Poliklinik dan Rumah Sakit) yang berbunyi: “Klinik,
poliklinik, atau rumah sakit tidak boleh mengiklankan promosi penjualan dalam
bentuk apa pun” dan Bab III.A. No.1.17.2. (tentang Kesaksian Konsumen) yang
berbunyi: “Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar
dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya”.
Untuk memastikan adanya pelanggaran tersebut, maka BPP P3I telah
mengirimkan surat kepada Persatuan
Rumah-Sakit Indonesia (PERSI)
dan mendapatkan jawaban bahwa PERSI sependapat dengan BPP P3I sehingga pada
bulan Maret 2012, BPP P3I telah mengirimkan surat himbauan kepada KPI untuk
menghentikan penayangan iklan tersebut.
Pada tanggal 9 dan 10 Agustus 2012, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
juga melayangkan surat teguran kepada lima stasiun televisi, yaitu sebut saja
“M” TV, “T” TV, “G” TV, “Ts” TV, dan “O” TV. KPI menegur mereka lantaran
menampilkan iklan pelayanan kesehatan alternatif yang tidak etis, di antaranya
iklan Klinik C. Menurut Komisioner KPI Nina Mutmainah Armando, iklan tersebut tidak etis karena menampilkan promosi dan
testimoni yang berisi jaminan kesembuhan dari pasien.
Ketua Ikatan
Naturopatis Indonesia (IKNI)
Sujanto Mardjuki membenarkan bahwa iklan layanan kesehatan yang menjamin
kesembuhan tidak etis. Menurut pemimpin organisasi yang menaungi berbagai
insitusi pelayanan kesehatan tradisional ini, anggotanya tidak pernah melakukan
publikasi macam itu. "Anggota kami sudah taat pada peraturan menteri
kesehatan, seharusnnya klinik-klinik yang melanggar ketentuan itu tidak boleh
dibiarkan," kata Martani, salah satu anggota IKNI.
Kasus Etika Pasar Bebas (Kasus Indomie di Taiwan)
Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan
perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis terutama menjelang mekanisme pasar
bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis
untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi.
Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti
mekanisme pasar.
Dalam persaingan antar perusahaan terutama perusahaan
besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika
berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang
akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan.
Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari
produk-produk lainnya.
Kasus Indomie yang
mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan
pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang
terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic
acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk
membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan
untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di
Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan
produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini
mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM
Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait
produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX
DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa
(12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini
bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan
adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang
praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di
dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam
benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan
tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam
pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal
0,15%.
Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Tetapi bila kadar nipagin melebihi
batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie
instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging,
ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah
dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
KESIMPULAN
Dari kasus
indomie di Taiwan dapat dilihat sebagai contoh kasus dalam etika bisnis. Dimana
terjadi kasus yang merugikan pihak perindustrian Taiwan yang produknya kalah
bersaing dengan produk dari negara lain, salah satunya adalah Indomie yang
berasal dari Indonesia. Taiwan berusaha menghentikan pergerakan produk Indomie
di Taiwan, tetapi dengan cara yang berdampak buruk bagi perdagangan Global.
Kasus Whistle Bowling
Jakarta - Terpidana kasus korupsi pengamanan Pilgub Jabar dan
perkara PT Salmah Arowana Lestari (SAL), Susno Duadji dieksekusi tim jaksa dari
Kejaksaan Tinggi DKI yang dibantu Kejati Jabar dan Kejari Bandung. Eksekusi
mantan Kabareskrim tersebut berlangsung panas. Pengacara Susno bahkan sesumbar
pengawal Susno akan menembak siapa pun yang berani mengeksekusi bosnya.
Selain dua kasus di atas, sejumlah kasus lain juga menunjukan dugaan
keterlibatan Susno di dalamnya. Mulai dari kasus 'Cicak versus Buaya', bailout
Bank Century, kasus pembunuhan yang melibatkan Antasari Azhar sebagai terdakwa
dalam pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, hingga mafia pajak Gayus Tambunan. Susno
bahkan sempat 'melawan' institusinya sendiri karena mengungkap modus makelar
proyek di tubuh Polri hingga akhirnya dia ditetapkan sebagai Whistle
Blower.
Rangkaian panjang perjalanan kasus Susno Duadji berujung pada vonis pengadilan
yang dijatuhkan atasnya hingga upaya eksekusi Bagaimanakah perjalanan kasus
yang membelit bekas perwira tinggi Polri itu? Berikut kronologi yang dihimpun :
2 Juli 2009
Nama Susno Duadji pertama kali mencuat gara-gara penyebutan istilah
kontroversial saat itu yang menggambarkan persaingan KPK dengan Polri. Susno
mencetuskan istilah "Cicak dengan Buaya" dalam sebuah wawancara di
media. Ilustrasi yang diberikan Susno tersebut lalu menyulut reaksi keras
publik terhadap Polri.
10 Juli - 3 November 2009
'Popularitas' Susno tidak berhenti di Cicak vs Buaya. Susno yang saat itu
menjabat Kabareskrim Mabes Polri bahkan mengaku pernah menemui tersangka kasus
korupsi Anggoro Widjojo di Singapura. Sebuah rekaman percakapan Anggodo, adik
Anggoro, terungkap ke publik. Saat diperdengarkan di Mahkamah Konstitusi,
percakapan itu menyebut-nyebut nama Susno Duadji.
4 November 2009
Tim 8 yang dibentuk untuk menyelesaikan kasus 'Cicak vs Buaya' pimpinan Adnan
Buyung Nasution mendesak Kapolri untuk menonaktifkan Susno Duadji.
5 November 2009
Susno Duadji menyatakan mengundurkan diri dari jabatan sebagai Kabareskrim
Mabes Polri.
24 November 2009
Polri justru mencopot Susno dari jabatannya sebagai Kabareskrim Mabes Polri dan
menggantikannya dengan Irjen Ito Sumardi.
7 Januari 2010
Susno Duadji menjadi saksi kasus
pembunuhan yang melibatkan mantan Ketua KPK Antasari Azhar sebagai terdakwa
dalam pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
15 Maret 2010
Susno Duadji kembali mengejutkan publik. Tak lagi aktif di Korps Bhayangkara,
Susno justru mengungkap adanya dugaan makelar kasus di tubuh Polri yang
melibatkan sejumlah petinggi Polri dan juga melibatkan pegawai Ditjen Pajak
Gayus Tambunan. Kicauan Susno soal mafia di tubuh Polri dan Ditjen Pajak
memerahkan telinga sejumlah perwira tinggi Polri.
Dari nyanyian Susno ini, kasus mafia pajak yang melibatkan pegawai pajak Gayus
Tambunan dengan kerugian negara puluhan miliar rupiah terbongkar.
18 - 19 Maret 2010
Polri berang dengan tuduhan Susno. Polri pun memanggil Susno untuk meminta
klarifikasi, namun Susno tak hadir. Polri lalu memidanakan Susno dengan tuduhan
pencemaran nama baik institusi Polri.
23 Maret 2010
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Edward
Aritonang Susno Duadji mengumumkan penetapan tersangka Susno Duadji.
12 April 2010
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Susno pun dicekal ke luar negeri. Namun
Susno sempat akan pergi ke Singapura tanpa izin. Kepergian Susno diketahui
Polri yang lalu mengirim petugas untuk menangkapnya di Bandara Soekarno-Hatta.
Sempat terjadi ketegangan dalam penangkapan Susno di Terminal II Pintu D1
Bandara Soekarno-Hatta.
13 April 2010
Sjahril Djohan disebut Susno sebagai Mr X biangnya makelar kasus di tubuh
Polri. Syahril juga dituduh Susno telah merekayasa kasus PT Salmah Arwana
Lestari dari perdata menjadi pidana hingga akhirnya menjerat dirinya.
20 April 2010
Susno pertama kali diperiksa dalam kasus korupsi dan pencucian uang yang
dilakukan mantan pegawai pajak Gayus H Tambunan. Ia diperiksa tujuh jam.
5 Mei 2010
Kompol Arafat menjalani sidang kode ektik atas kelalaiannya dalam pemeriksaan
kasus Gayus Tambunan. Arafat membeberkan sejumlah kecurangan yang dilakukan
Susno Duadji dalam penanganan sejumlah kasus.
29 September 2010
Sidang perdana Susno digelar di PN Jakarta Selatan dengan dakwaan menerima suap
untuk memperlancar kasus PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dan pemotongan dana
pengamanan Pilgub Jawa Barat. Persidangan pun berlanjut.
24 Maret 2011
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis kepada Susno penjara
3,5 tahun dan denda Rp 200 juta. Susno juga dituntut membayar uang pengganti Rp
4 miliar atau 1 tahun hukuman penjara.
Sementara untuk perkara PT Salmah Arowana Lestari (SAL), Susno dijatuhi hukuman
sesuai dakwaan kelima yaitu Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Dalam kasus korupsi dana pengamanan
Pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2008, pengadilan menjatuhkan vonis kepada
Susno yang terbukti melanggar Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. Susno pun mengajukan banding ke
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
11 November 2011
Banding Susno ditolak PT DKI Jakarta
22 November 2012
Mahkamah Agung (MA) juga menolak kasasi Susno.
17 April 2013
Jaksa Agung Basrief Arief menyebut Susno Duadji segera dieksekusi setelah jaksa
menerima salinan putusan dari MA.
24 April 2013
Jaksa dari Kejaksaan Tinggi DKI yang dibantu Kejati Jabar dan Kejari Bandung
mencoba mengeksekusi Susno dari rumahnya di Dago Pakar, Bandung. Ketegangan
dengan pengawal Susno tak terelakkan. Hingga berita ini diturunkan, upaya
eksekusi terhadap Susno belum berhasil.
Akan hal tersebut Susno Duadji sendiri sudah menerima
“Whistle Blower Award” dari Komunitas Pengusaha Anti Suap pada 21 April 2010
lalu. Meski bonafiditas dan skala lembaga pemberinya berbeda, tetap saja hal
itu menunjukkan adanya pengakuan publik terhadap peran dirinya. Dan itu berarti
ada harapan yang disandarkan pula kepada Polri agar apa yang diungkap oleh
salah satu petingginya itu mendapatkan perhatian.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.